varendy's blog

for those who wanted to make a truly friendship buat penulis di seluruh dunia, kenalan yuk . . .

Tuesday, January 09, 2007

A Journey To Remember . . . .

assalamu'alaikum

selamat siang

ahad lalu, 7 Januari 2007, saya dan rekan-rekan sehobi melakukan perjalanan ke Rumah Dunia, ia terletak di bumi ciloang, serang. kami berangkat dari bekasi pagi hari, setelah beberapa jam ngaret karena menunggu seorang teman, akhirnya kami berhasil berangkat pada pukul 9.30 WIB, tentu saja diiringi dengan do'a. Menurut buku yang pernah saya baca, Rumah Dunia terletak di wilayah serang, Banten. di sebuah kampung diantara kompleks dosen dan guru, serta IAIN serang dan UNTIRTA serang.

letak yang demikian strategis diantara para rumah ilmu seharusnya membuat status pendidikan penduduk kampung itu terjamin, tapi apa mau dikata, alih-alih maju, mereka lebih tepat jika disebut tertinggal, jarang sekali dari penduduk kampung itu yang bisa menamatkan sekolahnya, entah itu di tingkat dasar, menengah, apalagi tinggi, mungkin hanya mimpi yang takkan terwujud bagi mereka kata seorang sumber yang dapat dipercaya.

perjalanan pun mulai menemui tujuanya, bis yang kami tumpangi sejak dua jam lalu, akhirnya mulai menjejak area Rumah Dunia. terlihat dari jauh plang yang menunjukkan lokasi Rumah Dunia. tak lama kemudian kami sampai di sebuah pintu gerbang dengan atap berdaun rami, dibawahnya tertulis nama Rumah Dunia, dan alamat website mereka di sudut kanan bawah, www.rumahdunia.net.

ketika kami masuk, beberapa orang nampak langsung menyambut kedatangan kami, anak-anak muda itu senang disapa sebagai volunteer, alias relawan, seperti yang saya baca memang di Rumah Dunia ada beberapa orang yang menjadi relawan yang tinggal dan menetap di Rumah Dunia.

lalu terlihat seorang sosok pria 30 tahunan dengan satu lengan menyambut kami, dialah Gola Gong. "mari masuk" serunya setelah menjawab salam dan menjabat tangan kami semua, sambutannya yang ramah membuat kami semua merasa nyaman dan rileks, setelah lelah menempa tubuh karena perjalanan yang jauh.

kami lalu masuk kedalam, satu hal yang langsung terlintas di kepala, natural. pohon yang terletak ditengah dan sekitar Rumah Dunia memberikan keteduhan tersendiri bagi tamu yang datang,

belum lagi taman bermain anak-anak yang ada di halamannya, jungkat-jungkit, titian temali, kolampasir, dan spider web untuk merangkak, membuat imaji kanak-kanak saya melayang, ah . . . rasanya masa itu belum lama berlalu . . .

ketika melihat ke kiri jauh terlihat sebuah bangunan yang bernama jendral kecil, itu adalah nama sebuah taman kanak-kanak dengan sistem belajar free-learning, artinya mereka bebas untuk belajar apapun yang mereka sukai tanpa harus terkungkung oleh kurikulum pemerintah. nama jendral kecil sendiri berasal dari sebuah buku karangan anak Gola Gong (kalau tidak salah, atau bahkan Gola Gong sendiri, saya agak lupa soal ini)

ketika melihat ke kanan terlihat perpustakaan Rumah Dunia yang menampung buku dari berbagai genre, surasowan namanya, diambil dari sebuah nama benteng di indonesia, melihat ke depan, terlihat sebuah ruangan berupa panggung, yang setelah saya tanya rupanya digunakan sebagai sanggar anak-anak untuk berlatih teater

melihat ke kanan terlihat perpustakaan untuk buku berbahasa inggris, zul english library namanya, seluruh buku yang ada disini merupakan hasil sumbangan pak Zulkifliemansyah yang kemarin sempat mencalonkan diri menjadi calon gubernur banten, sayang beliau tidak bisa menggapai citanya karena ketika itu kalah berssing dengan Ibu Ratu Atut Chosiyah.

Rumah Dunia sendiri merupakan tempat tinggal dan berkarya dari seorang penulis senior ibukota bernama Gola Gong (dan istri), kalau yang udah pernah baca novel Balada si Roy pasti kenal dengan tokoh sastra yang satu ini, atau jika yang pernah memperhatikan nama-nama pembuat berbagai naskah sinetron dan drama, pasti sudah mengenal nama seorang Gola Gong, yap, benar sekali ia merupakan scriptwriter senior program-program RCTI.

bangku-bangkupun mulai dibawa dan disusun, dan perbincangan itu pun dimulai . . .

"Rumah Dunia bertujuan sebagai tempat menimba ilmu" begitulah kata pendiri rumah dunia ini ketika kami bertanya soal visi dari Rumah Dunia. kenapa banten yang dipilih sebagai lokasi ? "dasarnya saya dendam, karena banten seringkali diidentikkan dengan debus, jawara, black magic, dan hal negatif sebagainya, saya ingin banten sekarang dikenal dengan sumber peradaban dan ilmu pengetahuan" jelasnya ketika ditanya begitu.

lalu kenapa nggak di purwakarta aja mas ? "saya memang terlahir di purwakarta, namun sedari kecil saya belajar dan besar di bantem, maka saya sudah menjadi penduduk banten, maka dari itu saya merasa berhutang pada banten" jawabnya ramah.

salah satu dari kami bertanya, kalau begitu apa impian Rumah Dunia kedepan ? "Rumah Dunia ingin agar seluruh penduduk kampung ini terdidik dengan baik dan bisa mengenyam pendidikan yang layak"

"kalau dari tujuan internalnya, Rumah Dunia ingin ,mendirikan lembaga pendidikan setingkat SD, SMP, dan SMA, bahkan kalau sanggup insyaAllah setingkat universitas, tapi tetap harus dengan biaya yang gratis tentunya"

tak terasa lama mengobrol, adzanpun berkumandang, segera kami putuskan untuk mengakhiri perbincangan dan penuhi panggilan suci itu. perbincangan akan dilanjut setelah sholat dan makan siang.

bersambung ke A Journey To Remember jilid 2 . . .

wassalam
al-fakir ad-dhaif
varendy

Masyarakat Reaktif

assalamu'alaikum

selamat pagi dunia !

huff, sudah lama juga saya nggak menulis, entah kenapa kok rasa kangen itu selalu muncul ketika saya tidak menulis dalam beberapa hari, dan rasa kengen itu akan menyeruak masuk, menggedor hati dan nurani saya agar terus menulis, meskipun tidak ada yang mengomentari ataupun memberi masukan tentang tulisan saya, saya tidak peduli, yang penting terus nulis.

tulisan ini sendiri terinspirasi dari berbagai macam kejadian dan diskusi dengan beberapa orang yang menurut saya sangat cemerlang pikirannya. kita seringkali mendengar dan melihat bahwa kejadian-kejadian dalam negeri akhir-akhir ini. Dari lumpur lapindo yang kini mendunia, poligami AA gym, atau bahkan kejadian sederhana seperti yang terjadi di salah satu milis.

entah kenapa ketika terjadi lumpur lapindo, masyarakat langsung menghujat dan mencaci PT.Lapindo Brantas yang memang bertanggung jawab dalam pengeboran minyak disana. masih segar di ingatan kita bahwa mereka dengan gencar mencaci maki perusahaan itu dengan seluruh kemampuan caci-maki yang mereka punya.

lain lagi dengan berita pernikahan kedua AA Gym, berita ini kemudian menjadi headline pada harian ibukota, kemudian diskusi (atau mungkin lebih tepat disebut debat) tentang poligami bermunculan dimana-mana bagai jamur di musim penghujan. dari artis sampai sopir angkot kemudian menjadikan poligami sebagai bahan perbincangan mereka,

bahkan yang lebih luar biasa lagi, beberapa wanita dan ibu rumah tangga berdemo di sekitar lingkungan HI untuk menyatakan protesnya mereka tentang poligami, "kami menolak poligami" begitu bunyi spanduk yang mereka bawa kala itu.

yang paling akhir adalah ketika di sebuah milis ada seorang anggota yang berbuat sebuah kesalahan, sebenarnya ia ingin berpromosi tentang buku baru yang akan launching, kebetulan ia menggunakan bahasa yang agak provokatif, tapi menurut saya masih wajar, kemudian beberapa anggota milis tersebut langsung menanggapi dengan emosional. akibatnya seorang anggota milis dengan terpaksa (meskipun menurut dia berdasarkan keinginan pribadi) mundur dari kepengurusan organisasi dimana milis tersebut bernaung.

dengan berbagai kejadian ini, menjadikan saya berpikir dan memutuskan untuk menulis artikel ini, menurut saya ternyata masyarakat kita merupakan tipe masyarakat yang reaktif dan cenderung emosional dalam menghadapi segala sesuatu permasalahan, jika ada sesuatu yang mereka tidak suka atau tidak sesuai dengan pikiran mereka, mereka langsung memberikan respon yang kebanyakan negatif dan insolutif.

bukannya saya membela sebuah negara bernama amerika atau inggris, namun disana ketika ada suatu masalah negara, mereka cenderung bersikap pro-aktif, maksudnya adalah mereka cenderung mencari solusi terhadap segala sesuatu masalah yang timbul,bukan malah saling cakar untuk kepentingan pribadinya, bukankah hal itu sangat islami sekali ?

mungkin pantas kalau tingkat pendidikan dan kualitas hidup masnusia Indonesia masih terus berada dibawah negara-negara ASEAN pada umumnya, bisa jadi salah satunya karena kedua hal itu yang masih inheren (melekat) pada masyarakat kita.

wassalam
al-fakir ad-dhaif
varendy