varendy's blog

for those who wanted to make a truly friendship buat penulis di seluruh dunia, kenalan yuk . . .

Monday, January 29, 2007

Sebuah Perjalanan (sebuah cerpen)

Sebuah Perjalanan
Oleh : Abu Ayyash Alkindi

Maret 2003

Pukul 03.45 WIB

Asalamualaikum warahmatullah . . .

Kuakhiri qiyamul lailku dengan dua ucapan suci itu, sejurus kemudian segera kubuka kitab kecil yang senantiasa setia menemaniku. Ayat demi ayat dari juz ke-29 segera kulahap habis, meninggalkan sebuah bait lagu terindah yang pernah dibuat, indah, sederhana namun mengandung kandungan yang sangat luar biasa, yang kuyakin tak seorangpun mampu menirunya, walau satu ayat saja. Tak ada suara lain yang terdengar selain suara lirihku dan suara mencuik yang datang dari luar rumahku. Dentangan datang menyeruak konsentrasiku, dentang jam kamarku, satu kali, dentang yang beberapa waktu sebelumnya telah berbunyi empat kali. Dentangan yang segera menyadarkanku akan kewajibanku, segera kubergegas mengambil air wudhu, ah segarnya! Lapat-lapat terdengar suara, panggilan suci kepada setiap insan di muka bumi ini untuk melaksanakan perintah, bukan, mungkin lebih tepatnya ajakan sang khalik. Kuayunkan langkah gontaiku menyusuri jalan gelap nan terang benderang, menjawab panggilan sang maharaja.








Januari 2003

Pukul 04.00 WIB

“Astaghfirullah” aku tiba-tiba terjaga, suasana sangat tenang, deru angin malam membelai kelam malam, menemani kesepian alam, sunyi, tidak ada orang bertopeng membawa pisau berdarah-darah, tidak ada seorang psycho yang mengejar-ngejar dengan chainsaw yang berbau amis, tak ada dokter gila yang ingin menyuntikku dengan suntikan berlabel tengkorak berisi cairan kental hijau pekat, sepi, kulangkahkan sepasang kakiku, kali ini tujuannya sangat jelas, entah mengapa kali ini aku sangat ingin segera menuju kamar mandiku dan mengambil air wudhu. Kurasakan dengan segenap indraku saat air menyentuh kulitku.

“Aah segarnya” ajaib! semua pikiran negatif yang bersarang diotakku seperti tersedot olehnya, ia bagaikan sebuah black hole yang takkan membiarkan sebutir debu lolos dari sergapannya, yang tertinggal hanyalah ketenangan, damai, otakku benar-benar fresh, seperti komputer yang baru diservis, motor yang baru masuk bengkel, bukan, bukan seperti itu, tetapi lebih seperti air sungai murni yang mengalir dengan tenangnya, tanpa pernah memikirkan akan tujuannya, berpasrah diri akan seluruh putusan-Nya, tak ada penyesalan, tak ada komplain, damai, benar-benar sangat tenang. Lamat-lamat terdengar suaraku yang keluar dari rongga tenggorokanku, lirih namun penuh kesungguhan, tujuh ayat pembuka lembaran agung, ummul qur’an . . . . .









September 2002

Pukul 04.37 WIB

Assholatu khairum minannauum 2x

Lapat-lapat panggilan suci itu sekali lagi bergema, keseantero kompleks rumahku, namun aku masih belum juga terjaga, 10 menit kemudian setelah arwahku terkumpul, aku terjaga itupun dengan susah payah, wekerku yang paling berjasa mengganggu mimpi indahku, tapi anehnya aku sangat senang, ini hari ke-7 aku tidak lagi dapat tidur tenang, aku selalu terjaga. Dengan mata agak nanar dan tangan yang meraba-raba aku berjalan, ya rabb betapa berat ujian ini menderaku, kuatkanlah selalu iman hambamu yang setipis kertas ini, kuatkanlah selalu niat didalam hatiku yang kelabu, hamba yang sangat dhaif ini benar-benar seperti debu dihadapan-Mu, kuatkanlah hamba agar mampu menyelesaikan semua ujian yang kau berikan dengan baik, sayup-sayup terdengar gemericik air.


Juli 2002

Pukul 05.46 WIB

“Kriiiiiiiing” Bunyi itu langsung menyentakkanku ke alam nyata, menyadarkanku dari F-2002 yang tadi tampak nyata sekali kukendarai. Kukucek mata sayuku lalu kulirik wekerku yang sudah lebih dari 10 menit berteriak-teriak. Kuhantam bagian atasnya dengan tinjuku, membungkam teriakannya, meninggalkan keheningan seketika, tak ada suara mencuik, tak ada daun yang bergesek, tak ada angin menderu, alam benar-benar tertidur pulas, yang tertinggal hanyalah suara desah nafas dan detik lemah jarum jam. Ingin segera kubasuh wajahku dengan air suci itu, memohon merintih dan mengadu kepada-Nya. Namun ternyata respon tubuhku malah mencoba memperbudakku kembali kekursi F-2002 ku, kucoba melawan tetapi dia terlalu kuat, atau aku memang dengan ikhlas dan sengaja menyerahkan seluruh kuasa kontrol tubuhku pada rayuannya? Dan aku pun kembali terlelap . . . .


April 2002

Pukul 05.50 WIB

“Kriiiiiiiiiiiiing”,”Bug !!”, “5 menit lagi deh”

Pukul 06.45 WIB

“Ham, ham, bangun ham, subuh”
“Iya mah, iya !!” Jawabku dengan mata seperempat watt, langkahku gontai, kepalaku terasa berkunang-kunang, pandanganku sangat kabur, bahkan bila seekor dinosaurus sekalipun berada didepan mataku, tak mungkin aku melihatnya, kakiku menyentuh sebuah kotak, dan wajahku mencium lantai dengan gemulainya, seakan lantai tersebut merupakan gymnasium senam olimpik.

Pukul 07.15 WIB

Kulajukan ninjaku menerobos kota Jakarta yang rupanya telah terbangun dari tidur singkatnya, dan sekarang tengah menggeliat kembali, sayangnya waktu bangunnya sangat tidak cocok dengan jadwalku, dari kejauhan terlihat kendaraan beroda empat sedang mengantri bagai ular naga yang panjang, melalui jalan tiga jalur yang kini seluruhnya tertutup oleh mereka, begitu pula kondisi dari arah yang berlawanan. Pedagang kaki lima, bajaj, tukang roti, tukang sayur, dan pejalan kaki, semuanya ikut bersatu padu didalamnya, melengkapi teriakan-teriakan isi kebun binatang yang bersahut-sahutan bagai koor sebuah mega opera, seorang bapak pengendara BMW dan seorang anak muda pengendara R-GR saling bertukar pendapat, atau lebih tepatnya perang urat leher, nampaknya sedang membicarakan kaca spion yang lebih mirip serpihan kaca kasar, aku hanya bisa tersenyum pahit.

Februari 2002

Pukul 07.00 WIB

Assalamualaikum Wr. Wb
Kuakhiri subuhku dengan sangat tergesa, ya ternyata untuk kesekian kalinya aku terlambat shalat subuh, mungkin karena aku terlalu lama bergelut dengan PS 2 ku, atatu karena aku sangat sibuk dengan kegiatan kuliahku, terlalu egoiskah aku? Aku rasa tidak, semua itu memang sudah tanggung jawabku, dan tuntutan untuk memenuhi semuanya membuat aku jauh dari-Nya, apakah itu hal yang benar? Ya mungkin saja . . .

Pukul 08.23 WIB

Aku terlambat, untuk kesekian kalinya dalam hidupku, kupikir aku dapat bangun lebih pagi kali ini, ternyata aku salah, kupercepat langkahku, dosenku pasti tidak akan senang dengan hal ini.

“Selamat pagi pak” akhirnya aku sampai ke kampus dengan terengah-engah dan dengan wajah berantakan, kombinasi sempurna dari capek, penat, stress, kurang tidur, dan kesal.
“Oh, anda, silahkan masuk, tapi sesuai dengan perjanjian kita pertama, anda tidak akan saya absen” Jawabnya tanpa menoleh sedikitpun padaku
“Terima kasih, pak” senyumku sinis, tapi kenapa kali ini dia begitu baik?





Desember 2001

Pukul 07.30 WIB

Lagi-lagi kesiangan, ini sudah sangat sering terjadi, tapi kenapa selalu berulang? kenapa sih weker sialan itu tak bisa membangunkanku? rutukku dalam hati, tapi tetap kupercepat seluruh gerakan sendi tubuhku.

Pukul 20.17 WIB

Kulajukan ninja hijauku menembus batas kewajaran lalu lintas, menyelip diantara antrian kendaraan pribadi para pembesar ibukota, nampak tak jauh dariku sebuah Mercedes Benz E-Class yang ditumpangi wanita muda dengan pakaian ketat dan rok yang minim yang menggelayut manja ditangan seorang eksekutif paruh baya. Si eksekutif paruh baya hanya melongo ketika kaca spionnya sedikit tersentuh oleh stang ninjaku, yang kemudian tergontai jatuh dari bingkainya. “Cepat ilham cepat, sebentar lagi acara pestanya rani akan segera dimulai” batinku menjerit. Sebuah pesta biasa, cuma pesta sweet seventeennya Rani yang dihadiri oleh teman-temanku.

“Met ultah ya Ran, sori aku ga sempet nyari kado” kataku, sambil tanpa ragu menjabat tangan halusnya. Tanpa pernah berpikir kalau aku dan dia belum resmi berhubungan, bahkan sebagai pacar sekalipun, ah what the hell, biarkan sajalah. Dilanjutkan dengan acara cium pipi.
“Oh iya iya, gapapa ko, kamu dateng ke ultahku aja aku udah seneng banget, oya aku anter kamu keliling ya” katanya sambil menggandeng mesra tanganku.
“Oh thanks, ga usah, biar aku sendiri aja ran, makasih” sambil kulepas paksa gamitan tangannya dan segera melarikan diri menuju bagian lain dari taman itu.

Batinku membisik, untung sekali aku masih bisa mengendalikan hawa nafsuku. Masalahnya bukan saja pada gamitan tangannya itu, tapi juga pada pakaian yang dikenakan rani, pakaiannya benar-benar ketat dan terbuka. Ya rabb kuatkan imanku. Iman? Bukankah tadi aku sudah menggenggam tangannya? Mencium pipinya? Ah tapi itu masih wajar, bukankah aku masih bisa mengendalikan diri? buktinya saja aku masih bisa menahan nafsuku. Tapi aku bisa merasakan sesuatu, sesuatu yang tidak beres, sesuatu yang sangat halus, sesuatu yang abstrak, sialnya aku tak tahu apakah itu, kularikan ninjaku menuju rumahku, meninggalkan bayangan Rani dan kawan-kawanku yang memanggil-manggil namaku. Niatku sudah bulat, aku takkan menghadiri pesta macam apapun yang seperti itu. Tapi apa aku mampu, mengingat pesta sejenis sudah beratus bahkan beribu kali kujalani tanpa perasaan apapun yang membekas di kalbu, mengapa sekarang aku harus menghindar? Untuk apa? Mengapa kini muncul perasaan lain? Batinku bergulat dalam keraguan yang absurd.


Oktober 2001

“Rokok ham”
“No thanks, gw lagi males ngerokok”
kusimak sebentar raut wajah sohibku yang sepertinya agak bingung. Tapi segera ia menarik tangannya yang memegang bungkus rokok dan langsung bertanya balik.
“Ko tumben sih lo ga nerima rokok gw, kenape lo?”
“Gw lagi BT men, sohib kentel gw, si roni kemaren lewat gara-gara gituan” balasku sambil menunjuk kotak berlabel larangan pemerintah disisi sampingnya.
“Sori ham, gw baru tau”
“Bukan salah lo bro, itu emang dianya aja yang tambeng, udah gw kasi tau berkali-kali, tapi dia ga pernah mo dengerin gw sekalipun, padahal dia kan udah divonis dokter kena pneumonia akut, kalo gw si gapapa, cuma batuk-batuk kecil aja, minum obat batuk bentar juga pulih lagi, he he he” tawanya terkekeh.
“Iya ntar kalo lo batuk darah baru tau rasa lo” sambarku jengah.
“Aah itu mah masih lama brur, nyantai aja coy”
“Sotoy lo, jangan ngedahuluin tuhan, siapa tau besok jatah umur lo di dunia di privatisasi, baru nyaho lo, udah ah gw cabut dulu ya, bye jon” akupun segera berlalu meninggalkan kepulan asap dibelakangku.

Juli 2001

Hangatnya bias sinar mentari pagi merembes melalui setiap relung jendela kamarku, seorang bocah berbaju kotak-kotak hijau putih dengan peci kecil menghias kepalanya yang besar, penuh gairah menyongsong datangnya pagi, langkah kaki kecilnya yang setengah berlari, entah mengejar apa, terus bergerak dengan bersemangat, polos, suci, lembut, bagaikan selembar kain sutra yang belum terjamah tangan-tangan para pedagang, mengindahkan teriakan ibunya yang bertampang cemas yang segera bergegas menyusulnya dengan langkah cepat-cepat.

Entah sudah berapa masa aku tertidur pulas, yang kutahu sejak aku berusaha mengerjapkan mataku untuk bangun kepalaku terasa sangat berat, bahkan untuk sekadar mengangkat kepalaku akupun merasa sangat terbebani. Tak ada yang mampu kuingat dengan baik, hanya kepulan asap tanaman berdaun gerigi yang mengisi memori otakku, beserta beberapa botol cairan kekuningan transparan yang tak sadar kureguk lagi kemarin, dua hari yang lalu. Dengan gontai kuraih handphoneku, tanggal 21 Juli 2001, Astaga, berarti sudah sedari pagi kemarin aku terlelap !!!









April 2001

“Minggu ada acara nggak ham?”
“Nggak tuh, kenapa” Jawabku sambil menenggak seloci penuh cairan itu.
“Gw mo ngajakin lo pergi hangout ke puncak”
“Ok, it’s a deal, man”
“Lo emang temen terbaik gw ham, ha ha ha”
“Nevermind”
“Lo bawa bo’il lo ya ham, tar gw telpon friska, anak ekonomi itu lho”
“Buat apa?”
“Ya buat nemenin lo lah, kabarnya sih dia juga demen sama lo, kan lumayan tuh kesempatan lo selama kita di puncak, yah terserah lah lo mo ngapain, bebas aja, kan nggak ada yang ngawasin, toh gw juga bakal ngajak tari”
“Terserah lo aja, kok malah ngajak tari, jasmine, cewek lo mau dikemanain?”
“Aah gw lagi males sama dia, sok alim banget, masa gw coba sosor dia nolak, katanya belom waktunya, padahal gw yakin dia pasti mau tuh, udah lah ham, gw cuma mo have fun sama tari weekend besok, dah ya sampe besok ham, daah”

Friska, mahasiswi ekonomi yang terkenal dengan kegenitannya, pakaian dan dandanan seksi menjadi pilihan berbusananya, sepertinya ia bangga jika mata setiap lelaki mengikuti seluruh gerakan tubuhnya ketika ia berjalan, entahlah, kenapa ia harus berbangga diri? bahkan dengan para pengajar sekalipun, nilai A yang disandangnya dalam sebuah mata kuliah bahkan menjadi pembicaraan serius di kalangan anak ekonomi, ah biarkanlah, apa yang terjadi, biar terjadi besok.







Prolog

Beberapa Bulan Setelah Maret 2003

03.38 WIB

Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh . . . . .

Kuakhiri pertemuanku dengan seuntai salam kepada sang maha pengasih dini hari ini. Alih-alih meraih mushaf kecilku, malam ini aku duduk terpekur dalam pekat malam, sepi tak ada secuilpun bunyi keluar dari satu makhluk hidup pada malam ini, benar-benar sunyi senyap. Anganku pun melayang kemasa laluku yang penuh debu. Kucoba buka kembali lembaran-lembaran kumuh yang penuh dengan cerita kelam. Ke masa-masa lalu yang penuh dengan geliat nafsu yang tak terkendali, menyusuri relung-relung tergelap dalam sejarah hidupku. Tak terasa mengalir dua buah kristal bening dari mataku, kemudian diikuti oleh beberapa temannya yang semakin banyak jumlahnya. Teringat sebuah ucapan singkat nan penuh dengan mutiara hikmah, ucapan yang minimal terucap lima kali dari sela-sela tenggorok kita sehari semalam, yang sampai saat ini entah mengapa belum bisa secara kaffah kujalani. Inna shalati, wanusuki, wamahyaya, wamamaati, lillahirabbil ‘alamiin . . . . . Tersungkurku dalam sujud yang panjang. Ya rabb, aku milik-Mu kini, sepenuhnya dan seutuhnya.


Bekasi, April 2006

NB : Untuk saudara-saudariku di jalan dakwah yang sering merasa terlambat untuk
berhijrah, yang sering merasa lelah dalam berdakwah, mari kembali ke jalan yang
penuh cinta ini, moga sejumput asa bisa kembali tertumbuh, bergeraklah ! mari kita
bangun dan lalui jalan yang penuh dengan onak dan duri ini bersama, sekali lagi,
bergeraklah ! karena diam berarti mati! love you all because of Allah.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home