varendy's blog

for those who wanted to make a truly friendship buat penulis di seluruh dunia, kenalan yuk . . .

Friday, January 12, 2007

A Journey To Remember . . . . (Part 2)

assalamu'alaikum

selamat sore dunia !

ketika adzan selesai kami memutuskan untuk makan siang terlebih dahulu baru mulai sholat, saya memanfaatkan momen tersebut untuk makan siang sembari mengobrol dengan para volunteer Rumah Dunia.

salah satunya adalah bang kijing, begitulah biasa ia dipanggil, di Rumah Dunia ini beliau diamanahi jabatan humas, kalau saya tidak salah. dia merupakan seorang volunteer senior yang telah lebih dari 3 tahun bergabung dengan Rumah Dunia. sambil menikati ayam goreng yang digoreng dengan cara amerika saya membuka diskusi kami kali itu.

"gimana pertama kali bang kijing bisa ada di Rumah Dunia ini?" tanya saya

"yang paling saya ingat dari pertamakali saya menginjakkan kaki di Rumah Dunia adalah kata-kata mas gong" ia mulai bercerita, matanya menerawang seperti hendak menarik kembali kenangan masa lalunya.

"apa yang kamu mau dari saya ?" tanya mas gong
"kalau kamu mencari harta disini bukan tempatnya, kami tidak punya harta untuk dibagi, dan kami tidak mengizinkan kalau kamu berniat mencari harta disini"
"tapi kalau kamu mau cari ilmu, disini memang tempatnya" lanjut mas gong cepat

ketika menceritakan masa-masa awal itu bibir bang kijing mengulas sebuah senyum simpul. sesaat kemudian ia menjentikkan tangannya bagai orang yang baru saja menemukan sebuah ide.

"ada lagi yang lain" sahutnya

"disini kita semua melakukan segala sesuatu bersama, tidak ada senior-junior disini, kita semua sama, semua adalah pelayan, kalau kamu mau bergabung kamu harus mau melayani, baik diri kamu sendiri maupun tamu yang datang, tidak boleh ada yang merasa lebih tinggi dari yang lain disini, semua sama"

"begitulah kondisi ketika saya baru masuk ke sini, semangat egaliter itulah yang menjadi hal pertama yang saya terima ketika bergabung" sahut bang kijing.

saya yang mendengarnya hanya bisa terkagum dalam hati, beginilah awalan Rumah Dunia dibangun, dengan mimpi dan semangat kebersamaan yang kental. akhirnya nasi di styrofoam pun habis dan kami bersama segera menunaikan kewajiban yang sempat tertunda tadi.

selesai sholat, kamipun segera bersiap untuk acara utama, yaitu sebuah materi penulisan yang berjudul asyiknya menjadi penulis, diskusi seru ini langsung disampaikan oleh mas gong sendiri.

"ada beberapa konsep jurnalistik yang harus kamu punyai ketika membuat suatu cerpen, yaitu
W dan 1H"
"4W terdiri dari who, when, what, dan why, sedangkan 1H adalah how"
"keempat unsur ini merupakan unsur yang harus ada dalam cerpen, bisa dimulai dengan salah satu dari kelimanya"

diskusi sendiri sempat terganggu karena ulah anak mas gong yang ngelendot sama bapaknya dan segera mencoret-coret lantai dengan spidolnya, odie panggilannya, anak ketiga dari mas gong dan mbak tyas.

respon mas gong agak berbeda dengan respon para orang tua biasa, alih-alih melarang kegiatan "terlarang" anaknya, ia malah mensupport dan memberikan arahan agar gambar anaknya terlihat lebih baik.

dari sini timbul kesan bahwa keluarga ini memang benar-benar penuh kasih, dekat dengan alam dan sangat demokratis.

diskusi ditutup dengan sebuah pesan dari mas gong

"jika kamu ingin melakukan sesuatu mintalah restu dari orang tuamu, karena sesungguhnya restu orangtua itu sangat penting bagi dirimu"

diskusi itu sendiri berlangsung selama kurang lebih satu jam, kemudian dilanjutkan dengan acara pelantikan dan beberapa games seru. selanjutnya adalah acara bebas sebelum pulang.

saya memanfaatkan momen ini untuk berkunjung berkeliling RUmah Dunia dan ke rumah mas gong yang terletak di samping Rumah Dunia.

saya melihat bahwa buku-buku bertebaran di segala penjuru sudut Rumah Dunia, entah itu di ayunan main, atau bahkan di panggung teater. ketika saya bertanya tentang hal ini, para volunteer menjawab bahwa memang demikian disini, buku-buku memang sengaja diserakkan, agar kelak anak-anak dan para volunteer dekat dengan buku, dan cinta membaca.

sedangkan rumah mas gong sendiri berkesan natural dan menyatu dengan sekitarnya. kandang-kandang hewan menghiasi halamannya, tiga ekor kelinci bahwan dibiarkan berkelana di pelataran Rumah Dunia.

langkah saya terhenti ketika melihat sebuah mesin tik yang dibingkai kaca plastik. dibawahnya tertulis kata-kata "Rumahku Rumah Dunia, Kubangun Dengan Kata-Kata"

"itu meruakan mesin tik pertama saya, ketika saya masih merintis menjadi penulis, dibelikan oleh ayah saya dengan cara kredit, sekarang saya bingkai dan saya jadikan sebuah monumen"
sahut mas gong tiba-tiba dari belakang saya

"dan kata-kata dibawah itu benar-benar terbukti, seluruh pembangunan Rumah Dunia ini memang bersumber dari kata-kata, entah itu royalti buku saya, ataupun gaji saya menjadi seorang scriptwriter" lanjutnya.

tak terasa sudah hampir empat jam kami disana, saat berpisah pun telah tiba, kami segera bersiap-siap untuk pulang, sebelum pulang kami berdo'a, setelahnya mas gong didaulat untuk menyampaikan pesan terakhirnya untuk kami.

"kalian cepatlah berumah tangga, carilah seorang pasangan yang seide dengan kalian, hal itu akan memudahkan langkah kalian menjadi penulis"

saya tersenyum dan seorang teman berbisik

"ah payah nih, nggak ustadz, nggak penulis pesennya sama, buruan nikah !!!"

saya hanya bisa tergelak mendengar komentarnya

kamipun segera menuju bus untuk pulang setelah sebelumnya berfoto bersama di pintu gerbang Rumah Dunia.

senja kali itu terasa lebih indah dari senja biasanya, diiringi lambaian tangan ramah sang pemilik Rumah Dunia, bus kami pun melaju meninggalkan berjuta kenangan indah kami di Rumah Dunia.

benar-benar "A Journey To Remember . . ."

"saya pasti akan kembali lagi kesini" benak saya

bus pun menderu kencang, namun dalam hati telah terpatri sebuah keinginan kuat.

"kami harus jadi seorang penulis !"