varendy's blog

for those who wanted to make a truly friendship buat penulis di seluruh dunia, kenalan yuk . . .

Tuesday, January 16, 2007

The Memory Remains

assalamu'alaikum

selamat sore dunia !

sebuah kenangan nampaknya akan selalu menjadi bagian dari hidup seorang manusia, entah itu kenangan buruk ataupun kenangan baik, masa lalu selalu bisa menjadi sebuah cerita unik, pelajaran-pelajaran, hikmah bahkan ide bisa didapat dari pengalaman masa lalu.

hari itu, 10 Januari 2007, friendster saya tiba-tiba dikejutkan oleh permintaan menjadi teman (friend request) dari seorang bernama anisa, saya sama sekali tidak mengenalnya pertama kali saya melihat friendsternya, namun toh tetap saya approve juga friend request tersebut.

sehari kemudian ternyata teman baru saya tersebut mengirim sebuah email, inti dri pesannya adalah bahwa akan diadakan reuni kembali teman-teman saya ketika masih berada di bangku sekolah dasar. wah nggak salah denger nih, teman SD ? pikir saya. namun saya balas juga email tersebut dengan mencantumkan no telp pribadi saya pada balasannya.

ternyata pertemuan itu terwujud juga, dua hari setelah email terakhir saya terima agenda makan malam yang diusung di sebuah cafe bergaya arsitektur minimalis pun bisa kami jalani dengan baik. tak banyak memang yang datang, hampir seperempat dari jumlah kami ketika masih sekolah dulu.

hanya sepuluh orang yang datang, namun kuantitas bukanlah segalanya, seperti layaknya pertemuan reuni, kami banyak berbagi cerita tentang masa lalu, seperti berebut cerita-cerita seru, aneh, unik, memalukan, bahkan skandal-skandal masa kecil pun menjadi bumbunya. maklum sudah lebih dari sepuluh tahun kami tidak bertemu.

pertemuan itupun berlanjut di tenda warung indomie ketika kami sudah merasa "diusir" dari cafe tersebut, maklum saja jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. cerita pun kembali bergulir dengan derasnya, sampai akhirnya arus deras itu harus terhenti dengan waktu, pukul setengah duabelas kami sepakat menyudahi pertemuan bersejarah itu. kami juga berjanji bahwa ini bukan merupakan pertemuan terakhir, artinya akan ada pertemuan yang lebih seru lagi diwaktu yang akan datang.

huff memang ketika kita sudah lam tak bertemu cerita masa lalu akan selalu menjadi bumbunya. jadi malu juga kadang-kadang, saya diwaktu kecil bener-benar sesosok pribadi yang seratus delapan puluh derajat berbeda dengan sosok saya yang sekarang.

saya dahulu merupakan sesosok loser sejati, sosok yang pendiam, tak banyak bicara, cenderung tertutup, dan seringkali menghindari keramaian. sementara saya yang sekarang cenderung memiliki sifat-sifat yang berlawanan dengan sifat saya dahulu.

tapi eits, nanti dulu, ternyata sifat-sifat saya sewaktu masih kecil masih ada yang membekas sampai sekarang, saya memang lebih banyak berbicara sekarang, tapi ketika saya diam, saya menemukan sesuatu yang tidak bisa saya dapat ketika saya berbicara, hal itu terjawab ketika saya membaca sebuah buku psikologi berjudul personality plus.

menurut buku itu, ternyata sifat-sifat dasar seorang manusia masih dan akan terus tertinggal dalam diri saya selama dia hidup, hal ini bahkan telah diabadikan oleh grup band asal inggris, coldplay, dalam lagunya yang berjudul "we never change", hal itu membuat saya berpikir, ternyata baru dalam usia saya yang dua puluh satu ini saya bisa menemukan dan mengenali jati diri saya yang sebenarnya. kelemahan dan kekuatan saya.

hal ini membuat saya menjadi mampu untuk memenej diri saya lebih baik lagi. lho kok bisa, ya bisa lah, karena dengan mengetahui diri kita yang sebenarnya kita akan mempu memperkuat apa yang menjadi kekuatan kita, dan memperlemah apa yang menjadi kelemahan saya. kedua hal itu ternyata bisa dilakukan secara simultan.

semua itu tak terlepas dari reuni yang mungkin bagi sebagian besar orang hanya menjadi ajang yang sia-sia, nampaknya saya harus berterimakasih kepada teman-teman SD saya dulu yang telah membongkar sebagian besar kelakuan saya waktu kecil dahulu, sehingga menyebabkan saya mempu menyegarkan kembali memory yang telah lama lekang oleh waktu. thanks a lot guys . . .

wassalam
al-fakir ad-dhaif
varendy